MIMPI “THE SON OF SUN”


MIMPI
“THE SON OF SUN”
ary tamvan

Setahun adalah waktu yang sangat lama merantau di tanah orang, seorang pemuda pulang ke kampung halamannya memeluk mencium tangan ibu bapaknya. Melepas rindu akan cinta tanahnya yang lama ditinggalkan. Senyum yang masih sama dari bibir bapak ibunya, namun pipinya sudah sedikit berubah keriput. Hanya duduk di ruang tamu, berkumpul seperti biasanya seperti dulu waktu hanya di rumah.


Anak itu bertanya Pada bapak ibunya yang kelihatan lebih bahagia melihat kedatangannya, bagaimana kabar ibu dan bapak sekarang?, Dengan tersenyum sedikit lebar dari biasanya, ibu menjawab "iya baik nak,, ibu bapak sehat”. “Gimana kmu selama kuliah di sana, lancar kan.? lanjut bapak bertanya dengan kepulan asap rokok yang mengalir dibibirnya seakan ingin membawanya kesurga. Si anak menjawab, "Iya pak, semuanya lancar." Jawabnya yang sedikit kurang meyakinkan.


Dengan sedikit terpaksa si anak bertanya, "ibu, waktu aku masih kecil apa aku sering gelisah.? "tidak", jawab si ibu, "kau selalu ceria, hari-harimu penuh kesenangan dengan permainan," lanjut si ibu menjelaskan, kenapa.?"si ibu balik bertanya. "Tidak ibu, entah kenapa semakin dewasa aku semakin gelisah dengan keadaan. Sangat berbeda pada waktu masih kecil, wakyu kecil dunia seperti menjadi milikku, apa yang kulakukan atas semauku." Si anak berusaha mengingat-ngingat.

Si ibu menghela nafas panjang-panjang, kemudian ia berkata "Nak, apa yang kau inginkan sekarang.?" si anak diam. "Apakah kamu mau kembali seperti waktu masih kecil dulu? Yang benar saja kamu, itu  tak  mungkin” canda si ibu,

"Tapi ibu", jawab si anak."aku takut menghadapi kehidupan ini, negeri ini semakin gila, tanahya berceceran darah dimana-mana, negeri ini seperti tinggal tulangnya, darahnya seperti di hisap, dagingnya menipis hingga kulit yang  membalutnya lentur keriput"

"Sudahlah" suara si bapak menyela, "tak perlu kamu terlalu pikirkan, itulah mengapa bapak dan ibumu berharap kamu menimba ilmu sebanyak-bayaknya, suatu saat kamu akan tau. Yang terpenting tetap pada ajaran agama, dan terus belajar yang rajin".

Si ibu pun berkata "kau harus ingat nak, kamu memang lahir dan tumbuh dari keluarga biasa, dan tidak keluar dari pintu yang mentereng, apalagi turun dari mobil mewah. Kamu bukan itu". Menghela nafas sejenak, "tetapi yang harus kamu tanamkan kuat dalam hatimu, kamu harus melawan rasa takutmu. kamu harus tegar melewati seleksi alam yang menantangmu, yakinkan dirimu bahwa kamu bisa menjadikan tangan, otak, hati untuk menuliskan namamu pada wajah sejarah karena keberanianmu".

Si anak diam, melongo hanya bisa menelan ludahnya. Dengan ragu si anak kembali bertanya, "memang bisa bu..? Bagaimana.? Si ibu diam sejenak memandang anaknya dan berkata "Nak, kamu harus rela menelan pahitnya hidup untuk menyehatkan kehidupan yang sudah lemas tak berdaya. Kamu harus ikhlas lahir untuk dunia dengan derita, luka, suka dan tawa yang akan kamu ubah menjadi cinta". Jelas si ibu.
Si anak hanya melongo, entah ia mengerti apa tidak. di tengah suasana ruang tamu yang kian menghening, dan kepulan rokok dibibir si bapak yang tak lagi mengalir di bibirnya, si ibu berkata "iya sudah nak, kamu kelihatan lelah, lupakan ketakutanmu”

Wajah bapak dan ibunya semakin buram, benda-benda sekelilingnya pun ikut menghilang, cahaya makin redup menghitam berubah gelap, namun satu suara masih memburunya “bangunlah sebuah cita menantimu”.

Tiba-tiba seperti mendapat hentakan hebat, tubuhnya menggujang, keringat bergelimang di dahinya. Seketika ia sadar. Bahwa ia baru saja terbangun dari tidurnya, dan  pulang ke kampungnya berkumpul dengan bapak ibunya itu hanyalah mimpi.

Dan ia kaget melihat sekitarnya, buku dan kertas-kertas berserakan di lantai, dan laptopnya yang masih menyala. seketika ia ingat masih bayak tugas kuliah yang masih belum terselesaikan. Tapi tubuhnya masih terasa lelah, dan bayangan mimpi tadi masih sangat jelas di pikirannya.

Lalu ia membereskan kertas-kertas yang penuuh coretan. Laptop ia matikan dan diletakkan di atas meja belajarnya. Sememtara senja semakin menampakkan kegelapannya. Sedikit demi sedikit membawa kegeisahannya.
Tentang mimpi tadi ia berpikir adalah ilmu yang berharga.



Bagikan artikel

Artikel terkait

Previous
Next Post »