Sempat sesaat aku


“Sempat sesaat aku”



Mesra angin mengelus tengkukku
Rebah raga melepas ragu
Memandang langit berwana biru
Sedikit terhias awan kelabu
 Kupandang terus hingga singgah lamunku
Pasir dan debu kubiarkan menempel di kulitku
Berharap sedikit menutup pancaran dosaku
Peluh sedikit menetes dari dagu dan keningku
Kubiarkan agar terkucur membuang setitik nafsuku
Lirih hentakan kakiku
Ku coba untuk menggugurkan secuil kebodohanku
Berdiri tegak penuh sukur seingatku

Tubuh ini atas sempat merenung sebelum menjadi abu



Nafsuku berjalanlah bersama diriku





Nafsuku melaparkan dan memperbudak diriku
Menjadikan binatang yang lebih hina dari binatang
Dan aku menerimanya
Dan aku mengikutinya
Dan aku merajakannya
Mengapa nafsuku dirimu selalu menuntunku.....?
Mengapa nafsu dirimu selalu menyiksaku......?
Apa kau marah karena aku jadi wadahmu....?

Wahai nafsuku...
Aku tak ingin mewujudkanmu
Tapi wujudmulah tanda kewujudan diriku

Wahai nafsuku...
Dirimu karunia bagiku
Dirimu titipan kepadaku
Dirimu nikmat untukku

Wahai nafsuku...
Tunjukan dan taklukan sang iblis

Wahai nafsuku...
Mari mendekap Tuhanku juga Tuhanmu yang satu

tak..tak.. amnesia

tak..tak.. amnesia





duduk ditepi pantai
meluaskan pandangan
mencari sosok yang telah tiada dalam pelukan
pergi karena mati....
mati karena pergi....

hanya menyisakan aku sendiri terpatung menatap senja
kubenci senja karena mengingatkan senyummu
tapi hanyalah senja kenangan akan dirimu
kini telah tiada dan sungguh tiada
pergi tak cuma pergi tapi mati

kenangan tinggal kenangan
hangat kepalamu bersandar dipundakku
kenangan tinggal kenangan
senyummu yang memalingkan mataku dari pesona senja
aku tak ingin dan tak akan amnesia

meski jejak langkahmu terhapus ombak
meski aroma rambutmu hilang terhempas angin
aku tak ingin dan tak akan amnesia

mulai ku sadar dimana dirimu setelah senja
dirimu terbenam dan berdiam dihatiku


kegerahan hati narapidana






cahaya menyeruak masuk
melintasi besi-besi pembatas
mampu sedikit mengelus kepengapan
kutatap asal cahaya dengan mata nanar
dinding berlumut yang selalu jadi tempat bersandar
dinding berlumut yang telah lama setia mengurung

teramat sering kepalan tanganku berdarah
ketika geram kurasa
kala mengingat kemasa silam
tiada tangis terisak
tiada suara menggeru
yang ada hanya bercak darah kepalanku di dinding
kuhela nafas dalam sadar dengan wajah menatap arah luar
kunanti waktu dimana sinar surya dapat kucumbu bebas

tapi ceria itu seperti sirna
bila aku membayangkan setelah kaki menapak aspal lagi
apa semua masih sama...?
apa mereka masih sama...?
apa diriku masih diterima...?
aku hanya mampu menunduk menatap ubin
inilah diriku yang bernoda
yang hanya seekor anjing dalam kubangan dosa

Penuntun tak usah dituntun






Terus menuntun...
Dalam mengadah tangan
Dalam benak ingat
Wahai Tuhan terus kutuntun
Mengarahkan arah jalan hidup
Menuju arah yang semauku... semaumu... semau kita... semau mereka...
Apa Ia buta
Apa Ia tua
Apa Ia anak kecil
Apa Ia.... Apa Ia... tak bisa...
Sudahlah hidup ini adalah kehendak-Nya
Jangan menuntun biarlah kita yang dituntun

Menyapa dan merayu
Semoga mesra selalu
Mensukuri dan mengingat
Semoga terjaga selalu
Tersandung dan sakit itu nikmat
Bila kita dituntun

Penuntun biar menuntun
Jangan menuntun penuntun

Sadarlah siapa pemilik sebenarnya


Sadarlah siapa pemilik sebenarnya

IAIN Jember

Rahwana raja penguasa adidaya
Ia cengkram semua manusia
Menghujankan kepedihan didesa-desa
Memperkosa kekuasaan kota-kota
Tangis darah benar-benar rakyat
Semua terinjak kepalanya
Terus mencium tanah penuh dahak
Tercekik tergantung termutilasi
Iblis malaikat marah dan turun dari surga
Dengan membawa bara neraka
Rahwana raja menatap angkasa
Ia lihat berjuta bintang semakin dekat menyala
Rahwana raja tergerogoti jasadnya tetap tertawa
Iblis malaikat marah lalu jatuhkan bulan menimpa
Rahwana raja jatuh tersungkur kembali tertawa
Iblis dan malaikat habis-habisan melawan
Rahwana raja terpojok dan masih tertawa
Iblis malaikat tak lagi berdaya semuanya seperti sia-sia
Rahwana raja berkata...
"Aku milik Tuhan dan Tuhanlah yang mengambilku"
Sungguh iblis malaikat menangis
Mereka lupa siapa pemilik sebenarnya
Dengan angkuh mereka menuruti geram
Bukankah Tuhan yang lebih tahu akan dunia
Maka iblis malaikat kembali kesurga
Dunia menderita dan bahagia sudah ada pengaturnya
Para manusia yang menyaksikan mengadahkan tangan lalu mengucap doa
Rahwana raja akhirnya...
Tuhan mengambil apa yang dititipkan padanya

MIMPI “THE SON OF SUN”


MIMPI
“THE SON OF SUN”
ary tamvan

Setahun adalah waktu yang sangat lama merantau di tanah orang, seorang pemuda pulang ke kampung halamannya memeluk mencium tangan ibu bapaknya. Melepas rindu akan cinta tanahnya yang lama ditinggalkan. Senyum yang masih sama dari bibir bapak ibunya, namun pipinya sudah sedikit berubah keriput. Hanya duduk di ruang tamu, berkumpul seperti biasanya seperti dulu waktu hanya di rumah.


Anak itu bertanya Pada bapak ibunya yang kelihatan lebih bahagia melihat kedatangannya, bagaimana kabar ibu dan bapak sekarang?, Dengan tersenyum sedikit lebar dari biasanya, ibu menjawab "iya baik nak,, ibu bapak sehat”. “Gimana kmu selama kuliah di sana, lancar kan.? lanjut bapak bertanya dengan kepulan asap rokok yang mengalir dibibirnya seakan ingin membawanya kesurga. Si anak menjawab, "Iya pak, semuanya lancar." Jawabnya yang sedikit kurang meyakinkan.


Dengan sedikit terpaksa si anak bertanya, "ibu, waktu aku masih kecil apa aku sering gelisah.? "tidak", jawab si ibu, "kau selalu ceria, hari-harimu penuh kesenangan dengan permainan," lanjut si ibu menjelaskan, kenapa.?"si ibu balik bertanya. "Tidak ibu, entah kenapa semakin dewasa aku semakin gelisah dengan keadaan. Sangat berbeda pada waktu masih kecil, wakyu kecil dunia seperti menjadi milikku, apa yang kulakukan atas semauku." Si anak berusaha mengingat-ngingat.

Si ibu menghela nafas panjang-panjang, kemudian ia berkata "Nak, apa yang kau inginkan sekarang.?" si anak diam. "Apakah kamu mau kembali seperti waktu masih kecil dulu? Yang benar saja kamu, itu  tak  mungkin” canda si ibu,

"Tapi ibu", jawab si anak."aku takut menghadapi kehidupan ini, negeri ini semakin gila, tanahya berceceran darah dimana-mana, negeri ini seperti tinggal tulangnya, darahnya seperti di hisap, dagingnya menipis hingga kulit yang  membalutnya lentur keriput"

"Sudahlah" suara si bapak menyela, "tak perlu kamu terlalu pikirkan, itulah mengapa bapak dan ibumu berharap kamu menimba ilmu sebanyak-bayaknya, suatu saat kamu akan tau. Yang terpenting tetap pada ajaran agama, dan terus belajar yang rajin".

Si ibu pun berkata "kau harus ingat nak, kamu memang lahir dan tumbuh dari keluarga biasa, dan tidak keluar dari pintu yang mentereng, apalagi turun dari mobil mewah. Kamu bukan itu". Menghela nafas sejenak, "tetapi yang harus kamu tanamkan kuat dalam hatimu, kamu harus melawan rasa takutmu. kamu harus tegar melewati seleksi alam yang menantangmu, yakinkan dirimu bahwa kamu bisa menjadikan tangan, otak, hati untuk menuliskan namamu pada wajah sejarah karena keberanianmu".

Si anak diam, melongo hanya bisa menelan ludahnya. Dengan ragu si anak kembali bertanya, "memang bisa bu..? Bagaimana.? Si ibu diam sejenak memandang anaknya dan berkata "Nak, kamu harus rela menelan pahitnya hidup untuk menyehatkan kehidupan yang sudah lemas tak berdaya. Kamu harus ikhlas lahir untuk dunia dengan derita, luka, suka dan tawa yang akan kamu ubah menjadi cinta". Jelas si ibu.
Si anak hanya melongo, entah ia mengerti apa tidak. di tengah suasana ruang tamu yang kian menghening, dan kepulan rokok dibibir si bapak yang tak lagi mengalir di bibirnya, si ibu berkata "iya sudah nak, kamu kelihatan lelah, lupakan ketakutanmu”

Wajah bapak dan ibunya semakin buram, benda-benda sekelilingnya pun ikut menghilang, cahaya makin redup menghitam berubah gelap, namun satu suara masih memburunya “bangunlah sebuah cita menantimu”.

Tiba-tiba seperti mendapat hentakan hebat, tubuhnya menggujang, keringat bergelimang di dahinya. Seketika ia sadar. Bahwa ia baru saja terbangun dari tidurnya, dan  pulang ke kampungnya berkumpul dengan bapak ibunya itu hanyalah mimpi.

Dan ia kaget melihat sekitarnya, buku dan kertas-kertas berserakan di lantai, dan laptopnya yang masih menyala. seketika ia ingat masih bayak tugas kuliah yang masih belum terselesaikan. Tapi tubuhnya masih terasa lelah, dan bayangan mimpi tadi masih sangat jelas di pikirannya.

Lalu ia membereskan kertas-kertas yang penuuh coretan. Laptop ia matikan dan diletakkan di atas meja belajarnya. Sememtara senja semakin menampakkan kegelapannya. Sedikit demi sedikit membawa kegeisahannya.
Tentang mimpi tadi ia berpikir adalah ilmu yang berharga.



Cara mudah mengatasi spasi yang berantakan dari word 2010 yang di buka di word 2007 menggunakan Android


Awalnya ini adalah masalah dari pribadi penulis,masalahnya adalah ketika saya menulis artikel menggunakan laptop teman dan ketepatan word yang dipakai 2010, kemudian saya simpan di flashdisk dan saya bawa pulang. setelah sampai rumah saya buka menggunakan laptop pribadi yang masih pakai word 2007,DUOOOR tulisan tadi berantakan entah seperti masalah percintaan saja. setelah googling ke sana sini caranya tidak cocok dengan media yang penulis punya.kemudian munculah keisengan yang sebenernya ya disengaja juga,hehe. Simak cara-caranya di bawah ini.

1. langkah pertama anda harus punya aplikasi android “WPS Office”  - kemudian buka aplikasinya (*sebelumnya file word 2010 yang mau anda buka di word 2007 harus ada di hp android anda).bagi temen yang belum punya ini link download nya klik Disini.

2. anda cari file yang akan dibuka di word 2007 tadi – kemudian buka file tadi.

3. pada layout pojok kanan bawah masuk menu “alat” – pilih “simpan sebagai” – dalam “option” pada pojok kanan layar hp anda, anda ganti (.docx) menjadi  ( .doc ) . bila perlu anda bisa mengganti nama file tersebut - kemudian pilih “simpan”.
4. terahir anda tancapkan lagi hp anda ke laptop/Pc kemudian buka file hasil uprek tadi.

5. selamat word 2010 tadi sekarang sudah bisa dibuka di word 2007.

Semoga bermanfaat jangan lupa share